Rabu, 14 Maret 2012

Strategi pemberantasan korupsi

Strategi pemberantasan korupsi

Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sector pembangunan. Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
            Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat (LSM)juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
Beberapa LSM yang aktif dan gencar mengawasi dan melaporkan praktek korupsi yang dilakukan penyelenggara negara antara lain adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI).
            Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktek korupsi di atas sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan peraturan perundang-undangan, komisi-komisi, lembaga pemeriksa baik internal maupun eksternal, bahkan keterlibatan LSM. Namun, kenyataannya praktek korupsi bukannya berkurang malah meningkat dari tahun ke tahun.
Bahkan Indonesia kembali dinilai sebagai negara paling terkorup di Asia pada awal tahun 2004 dan 2005 berdasarkan hasil survei dikalangan para pengusaha dan pebisnis oleh lembaga konsultan Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Hasil survei lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling korup di antara
12 negara Asia. Predikat negara terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10 dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Pada tahun 2005, Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia. Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan PERC, yaitu India (8,9), Vietnam(8,67), Thailand, Malaysia dan China berada pada posisi sejajar di peringkat keempat yang terbersih. Sebaliknya, negara yang terbersih tingkat korupsinya adalah Singapura (0,5) disusul Jepang (3,5), Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan.
            Korupsi bukanlah merupakan barang yang baru dalam sejarah peradaban manusia. Fenomena ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan sejak 2000 tahun yang lalu ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama Kautilya menulis buku berjudul ”Arthashastra.” Demikian pula dengan Dante yang pada tujuh abad silam juga menulis tentang korupsi (penyuapan) sebagai tindak kejahatan. Tidak ketinggalan Shakespeare juga menyinggung korupsi sebagai sebuah bentuk kejahatan. Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan bahwa korupsi ialah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.
            Karena pada dasarnya tindakan korupsi bukan saja terjadi di sektor pemerintahan tetapi juga dalam dunia bisnis dan bahkan dalam masyarakat. Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa korupsi bukan saja dilakukan oleh kalangan birokrat, tetapi juga kalangan di luar birokrasi. Upaya pemberantasan korupsi merupakan upaya dalam hal modernisasi administrasi pemerintahan. Belajar dari pengalaman Negara, maka kunci dari keberhasilan pembangunan adalah bagaimana merevitalisasi administrasi Negara. Sebagai contoh misalnya di korea selatan yang telah melakukan revitalisasi peran administrasi Negara sejak tahun 1980-an. Beberapa revitalisasi yang dilakukan adalah melalui civil servant ethics act pada tahun 1981(Hwang, 2004 ).
 Sejak era reformasi Tahun 1998, paradigma pembangunan di Indonesia telah bergeser dari model yang sentralistik menjadi desentralistik. Pembagian ke-wenangan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi bagian dari arah kebijakan Otonomi Daerah. Hal tersebut ditandai dengan adanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

 Hal ini ditandai dengan adanya proses pemilihan kepala dinas propinsi melalui sebuah proses yang mengedepankan transparansi dan kom-petensi. Proses tersebut juga jauh dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
 Pemerintahan Gubernur Irwandi Yusuf sejak terpilih memimpin Propinsi paling ujung barat di Sumatera memiliki semangat reformasi yang tinggi. Hal ini ditandai dengan adanya proses pemilihan kepala dinas propinsi melalui sebuah proses yang mengedepankan transparansi dan kom-petensi. Proses tersebut juga jauh dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pemilihan atau penjaringan kepala dinas propinsi (dalam kasus disebut kepala Satuan Kerja Perangkat atau SKPA) dilakukan dengan fit and proper test. Semangat reformasi tentu saja sejalan dengan visi Pemerintah di bawah Gubernur Irwandi Yusuf yaitu: “terwujudnya perubahan yang fundamental di dalam segala sektor kehidupan masyarakat dan Pemerintahan, yang menjunjung tinggi azas transparansi dan akuntabilitas bagi terbentuknya suatu pemerintahan yang bebas dari praktik korupsi dan penyalah-gunaan kekuasaan sehingga pada tahun 2012 akan tumbuh menjadi negeri makmur yang berkeadilan dan adil dalam kemakmuran”.
            Adanya keinginan yang kuat dari gubernur terpilih untuk melakukan reformasi di berbagai bidang terutama sekali proses rekrutmen kepala dinas patut dibanggakan. Publik menyambut baik proses pemilihan pejabat Eselon II yang dilakukan melalui fit and proper test. Tingkat partisipasi yang tinggi tidak hanya terjadi di kalangan birokrat, namun juga di kalangan akademisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar